Duniadiet.com – JAKARTA – Sulit membayangkan hidup tanpa gula . Namun, seberapa banyak gula dianggap terlalu banyak? Pasalnya, sebagian besar gula yang dikonsumsi tidaklah disadari.
Gula tersembunyi pada permen, kue serta jus, juga banyak makanan olahan. Gula juga bukan setiap saat mudah dikenali pada daftar bahan.
American Heart Association merekomendasikan agar wanita tidak ada mengonsumsi lebih banyak dari enam sendok teh gula sehari. Sementara untuk pria, tak lebih tinggi dari sembilan sendok teh. Ini adalah berarti tidaklah lebih lanjut dari 25-36 gram atau sekitar 100-150 kalori gula sehari.
Organisasi Kesejahteraan Planet (WHO) merekomendasikan untuk mengonsumsi gula maksimal 50 gram, tetapi sebaiknya tidaklah lebih tinggi dari 25 gram gula per hari.
Apakah itu terdengar banyak atau sedikit? Nah, apabila Anda mempertimbangkan bahwa sekaleng Coke biasa berukuran 12 ons mengandung 39 gram gula, dan juga makanan “sehat” seperti granola bar (8 gram gula) serta sekotak yogurt yunani blueberry (14 gram gula), mengandung gula tersembunyi, hal itu tentu semata menghasilkan Anda berpikir jernih. Sebagian besar dari kita mengonsumsi gula setidaknya dua kali lebih besar berbagai dari yang dimaksud direkomendasikan.
Dengan semua hal yang tak jelas ini, kemungkinan besar sulit untuk menyadari bahwa konsumsi gula Anda telah bukan terkendali. Dikutip Vogue, Dr. Lela Ahlemann, spesialis dermatologi, flebologi, proktologi, kemudian terapi nutrisi menjelaskan kemungkinan tanda-tanda peringatan tegas bahwa Anda mengonsumsi terlalu berbagai gula.
Tanda Terlalu Banyak Konsumsi Gula
1. Berat badan bertambah kemudian merasa lapar
Bukan rahasia lagi bahwa gula mengandung banyak kalori. Namun, ada alasan lain mengapa gula menyebabkan kita bertambah berat badan dengan cepat. “Jika Anda makan terlalu sejumlah gula, Anda akan terus-menerus merasa lapar,” kata Ahlemann.
“Alasannya adalah gula meningkatkan kadar glukosa darah pada jangka pendek, tetapi tak memberikan efek kenyang yang mana bertahan lama dikarenakan kurangnya serat. Rasa lapar yang dimaksud terus-menerus lalu makan terus-menerus yang tersebut diakibatkannya pada akhirnya menyebabkan penambahan berat badan, yang kita semua ketahui sebagai tanda terlalu banyak gula.”
2. Jerawat
Ketika kita makan gula, tiada cuma kadar insulin yang mana meningkat, juga hormon di darah yang tersebut disebut faktor pertumbuhan mirip insulin 1 atau disingkat IGF-1.
Ahlemann mengungkapkan bersatu dengan insulin, IGF-1 ini merangsang kelenjar sebasea kemudian keratinisasi berlebihan dalam area kelenjar sebasea, yang dimaksud menyebabkan kelenjar yang disebutkan tersumbat juga menyebabkan jerawat dan juga peradangan.
3. Harapan makan serta mood
“Peningkatan kadar glukosa di darah yang dimaksud tinggi menyebabkan pelepasan insulin —tetapi banyak kali begitu kuat sehingga gula darah tiada turun ke tingkat normal, tetapi pada bawah ‘garis dasar’, sehingga Anda mengalami hipoglikemia relatif, serta ini menyebabkan keinginan makan. Pada beberapa orang, hal ini juga menyebabkan inovasi suasana hati lalu mudah marah,” kata Ahlemann.
4. Sistem kekebalan tubuh lemah
Biasanya gula diserap oleh tubuh melalui usus halus. Namun, apabila jumlah total gula simpel seperti glukosa lalu fruktosa yang mana kita konsumsi melebihi kapasitas usus halus, gula simpel ini berakhir dalam usus besar.
“Pemberian makanan selektif menyebabkan perkembangbiakan bakteri ini. Masalahnya adalah, sayangnya, merek menghadirkan endotoksin pada permukaan bakteri mereka. Ini adalah disebut lipopolisakarida. Endotoksin ini kemudian dapat meninggalkan usus, memasuki aliran darah juga menyebabkan peradangan diam-diam, yang dimaksud mempercepat penuaan tubuh, juga mengurangi kekuatan sistem kekebalan tubuh,” tuturnya.
5. Penuaan dini
Secara ilmiah telah dilakukan terbukti bahwa asupan gula yang dimaksud tinggi menyebabkan terbentuknya apa yang disebut AGE atau Advanced Glycation End Products. Ahlemann membandingkan efeknya dengan karamelisasi.
“Pada kolagen kita, serat-seratnya seharusnya berjalan secara paralel; ketika jaringan mengalami sakarifikasi, terdapat ikatan silang pada jaringan ikat kolagen, yang digunakan membuatnya kaku, rapuh, lebih lanjut mudah mengalami degenerasi dan—yang terpenting—tubuh juga kurang mampu memperbaiki dirinya sendiri. Hal ini berarti bahwa kualitas kolagen kita memburuk,” ucap dia.