3. Kurangnya Pengetahuan Orang Tua
dr Piprim beranggapan, fenomena cuci darah ini terjadi karena kurangnya pengetahuan orang tua tentang kesehatan ginjal anak. Terkadang, orang tua baru menyadari anaknya mengalami masalah ginjal ketika sudah terlambat.
“Kita sering banget menemukan kasus, anak sudah masuk stadium akhir, ginjalnya sudah rusak berat, baru diobati. Padahal, kalau kita bisa deteksi sejak dini, bisa dicegah,” ujar dr Piprim.
Menurutnya, orang tua harus lebih peka dan memperhatikan kesehatan ginjal anak sejak dini. Jangan menunggu gejala muncul baru mencari pertolongan. “Jadi orang tua harus lebih peka, jangan menunggu gejala baru ke dokter. Harusnya, anak sehat, harusnya dicek urinenya, dicek darahnya, dicek tensi darahnya,” tegasnya.
4. Pentingnya Deteksi Dini dan Pengobatan yang Tepat
dr Piprim menegaskan, deteksi dini dan pengobatan yang tepat sangatlah penting untuk mencegah terjadinya cuci darah pada anak. Orang tua harus lebih peka dan memperhatikan kesehatan ginjal anak sejak dini.
“Jadi kalau di rumah sakit, sudah tahap cuci darah, itu sudah terlambat. Harusnya, kita deteksi sejak dini. Kita bisa melakukan deteksi sejak bayi lahir, melalui tes urine, tes darah, USG, dan lain-lain,” kata dr Piprim.
Menurutnya, deteksi dini dan pengobatan yang tepat dapat mencegah terjadinya cuci darah pada anak. Hal tersebut juga dapat meningkatkan kualitas hidup anak dan mengurangi biaya pengobatan yang tinggi.
5. Perlu Adanya Sistem Rujukan yang Jelas
Terakhir, dr Piprim menyoroti pentingnya sistem rujukan yang jelas untuk kasus cuci darah pada anak. Menurutnya, sistem rujukan yang jelas dapat mencegah penanganan yang tidak tepat dan menghindari biaya yang tidak perlu.
“Kita perlu sistem rujukan yang jelas. Jadi kalau misalnya di daerah sudah tidak bisa ditangani, sudah tidak bisa dilakukan deteksi dini, harusnya dirujuk ke mana. Jangan sampai ditangani di daerah, tidak ada deteksi dini, akhirnya masuk ke rumah sakit di Jakarta, sudah stadium akhir, sudah cuci darah, itu kan tidak efisien,” paparnya.
Menurutnya, sistem rujukan yang baik dapat mencegah biaya yang tidak perlu dikeluarkan oleh pasien dan keluarga. “Jadi kalau sistem rujukan yang baik, tidak akan ada biaya yang tidak perlu. Kalau tidak ada sistem rujukan yang baik, orang tua yang bawa anaknya ke mana-mana, biaya juga akan banyak,” pungkasnya.
DuniaDiet.com – Fenomena cuci darah di kalangan anak-anak Indonesia semakin ramai diperbincangkan. Kondisi ini memicu kekhawatiran di kalangan orang tua dan profesional medis. Maraknya cuci darah di kalangan anak-anak Indonesia terjadi di sejumlah rumah sakit di Indonesia. Hal ini disoroti oleh Ketua Umum PP Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) melalui wawancara khusus di program One on One di SINDOnews TV, Jumat (2/8/2024). Fenomena ini menggarisbawahi perlunya perhatian lebih terhadap kesehatan ginjal anak dan pentingnya deteksi dini serta pengobatan yang tepat.
Berdasarkan wawancara tersebut, dr Piprim menggarisbawahi lima hal penting terkait fenomena cuci darah di kalangan anak Indonesia. Pertama, meski kasus cuci darah di kalangan anak belakangan ramai, namun dr Piprim memastikan, sejauh ini tidak ada peningkatan kasus penyakit gagal ginjal pada anak di Indonesia. Menurutnya, jumlah kasus gagal ginjal pada anak di Indonesia masih dalam kategori wajar.
Kedua, dr Piprim menyoroti gaya hidup masyarakat Indonesia yang dinilai masih buruk. Tidak terkecuali di kalangan anak-anak. Hal ini dapat memengaruhi peningkatan kasus gagal ginjal pada anak. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh IDAI, ditemukan anak-anak remaja usia 12-18 tahun berisiko mengalami kerusakan ginjal. Bahkan, dari survey tersebut ditemukan fakta mencengangkan bahwa satu dari lima anak remaja tersebut ternyata terdapat hematuria dan proteinuria alias darah dan protein dalam urine.
Ketiga, dr Piprim beranggapan bahwa fenomena cuci darah ini terjadi karena kurangnya pengetahuan orang tua tentang kesehatan ginjal anak. Terkadang, orang tua baru menyadari anaknya mengalami masalah ginjal ketika sudah terlambat. Oleh karena itu, deteksi dini dan pengobatan yang tepat sangatlah penting untuk mencegah terjadinya cuci darah pada anak.
Keempat, dr Piprim menegaskan bahwa deteksi dini dan pengobatan yang tepat dapat mencegah terjadinya cuci darah pada anak. Orang tua harus lebih peka dan memperhatikan kesehatan ginjal anak sejak dini. Terakhir, dr Piprim menyoroti pentingnya sistem rujukan yang jelas untuk kasus cuci darah pada anak. Menurutnya, sistem rujukan yang baik dapat mencegah penanganan yang tidak tepat dan menghindari biaya yang tidak perlu.
Dengan adanya fenomena cuci darah di kalangan anak Indonesia, dr Piprim mengingatkan bahwa orang tua harus lebih peka dan memperhatikan kesehatan ginjal anak sejak dini. Jangan menunggu gejala muncul baru mencari pertolongan. Deteksi dini dan pengobatan yang tepat dapat mencegah terjadinya cuci darah pada anak, meningkatkan kualitas hidup anak, dan mengurangi biaya pengobatan yang tinggi.